Thursday, May 30, 2019

MEMBANDINGKAN KEPEMIMPINAN SBY DAN JOKOWI


membandingkan perekonomian Indonesia era Presiden Joko Widodo dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat periode SBY, pertumbuhan ekonomi
memang lebih tinggi dari saat ini. Namun hal tersebut dinilai karena meningkatnya harga komoditas global.
Berbeda dengan kondisi di zaman Jokowi, sejumlah harga komoditas anjlok. Tak hanya itu, kondisi juga diperparah dengan adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta ketidakpastian kebijakan Presiden AS Donald Trump.
"Zaman Pak SBY terjadi commodity boom, menyebabkan ekspor membaik, merambat ke sektor lain karena pendapatan juga naik, seperti konsumsi rumah tangga," ujar Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira kepada kumparan,
Selama sepuluh tahun masa kepemimpinan SBY, pertumbuhan ekonomi melaju di kisaran 5-6 persen. Pencapaian tertinggi pada 2011 sebesar 6,5 persen dan terendah pada 2009 dengan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen
Pada era pemerintahan SBY, harga minyak sempat menembus level tertinggi, yakni mencapai USD 146 per barrel pada Juli 2008. Sehingga fokus pemerintah saat itu adalah meningkatkan subsidi energi bagi masyarakat.
Penambahan anggaran infrastruktur dilakukan Presiden Jokowi. Sektor konstruksi terus menunjukkan tren meningkat. Selain itu, PDB juga didukung sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; industri pengolahan; serta perdagangan besar dan eceran.
Pertumbuhan ekonomi tercatat 4,79 persen pada 2015. Tahun-tahun berikutnya, angka tersebut tidak naik terlalu signifikan. Tercatat pertumbuhan ekonomi pada 2016 sebesar 5,02 persen dan 2017 sebesar 5,07 persen.
Berdasarkan angka, pertumbuhan ekonomi di era Jokowi memang terlihat lebih rendah dibandingkan era SBY. Namun perlu dicatat, masa kepemimpinan Jokowi baru berlangsung kurang dari lima tahun dan belum bisa dibandingkan dengan era kepemimpinan sebelumnya yang selama sepuluh tahun.
membandingkan perekonomian Indonesia era Presiden Joko
Widodo dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat periode SBY, pertumbuhan
ekonomi



ekonomi di era SBY dan Jokowi berdasarkan data Badan Pusat Statistik
SBY Periode I 2005: 5,60 persen 2006: 5,50 persen 2007: 6,32 persen 2008: 6,10 persen 2009: 4,50 persen
SBY Periode II 2010: 6,10 persen 2011: 6,50 persen 2012: 6,23 persen 2013: 5,78 persen 2014: 5,02 persen
Jokowi 2015: 4,79 persen 2016: 5,02 persen 2017: 5,07 persen 2018: 5,1-5,2 persen (proyeksi) 2019: 5,2-5,3 persen (proyeksi)

GAYA GAYA KEPEMIMPINAN


Kepemimpinan Otokratis

Pemimpin sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan dan setiap kebijakan, peraturan, prosedur diambil dari idenya sendiri.
Kepemimpinan jenis ini memusatkan kekuasaan pada dirinya sendiri. Ia membatasi inisiatif dan daya pikir dari para anggotanya.
Pemimpin yang otoriter tidak akan memperhatikan kebutuhan dari bawahannya dan cenderung berkomunikasi satu arah yaitu dari atas (pemimpin) ke bawah (anggota).
Jenis kepemimpinan ini biasanya dapat kita temukan di akademi kemiliteran dan kepolisian.

 Kepemimpinan Birokrasi

Gaya kepemimpinan ini biasa diterapkan dalam sebuah perusahaan dan akan efektif apabila setiap karyawan mengikuti setiap alur prosedur dan melakukan tanggung jawab rutin setiap hari.
Tetap saja dalam gaya kepemimpinan ini tidak ada ruang bagi para anggota untuk melakukan inovasi karena semuanya sudah diatur dalam sebuah tatanan prosedur yang harus dipatuhi oleh setiap lapisan.

 Kepemimpinan Partisipatif

Dalam gaya kepemimpinan partisipatif, ide dapat mengalir dari bawah (anggota) karena posisi kontrol atas pemecahan suatu masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian.
Pemimpin memberikan ruang gerak bagi para bawahan untuk dapat berpartisipasi dalam pembuatan suatu keputusan serta adanya suasana persahabatan dan hubungan saling percaya antar pimpinan dan anggota.

Kepemimpinan Delegatif

Gaya kepemimpinan ini biasa disebut Laissez-faire dimana pemimpin memberikan kebebasan secara mutlak kepada para anggota untuk melakukan tujuan dan cara mereka masing-masing. Pemimpin cenderung membiarkan keputusan dibuat oleh siapa saja dalam kelompok sehingga terkadang membuat semangat kerja tim pada umumnya menjadi rendah.
Jenis kepemimpinan ini akan sangat merugikan apabila para anggota belum cukup matang dalam melaksanakan tanggung jawabnya dan memiliki motivasi tinggi terhadap pekerjaan.
Namun sebaliknya dapat menjadi boomerang bagi perusahaan bila memiliki karyawan yang bertolak belakang dari pernyataan sebelumnya.

Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan jenis ini cenderung terdapat aksi transaksi antara pemimpin dan bawahan dimana pemimpin akan memberikan reward ketika bawahan berhasil melaksanakan tugas yang telah diselesaikan sesuai kesepakatan. Pemimpin dan bawahan memiliki tujuan, kebutuhan dan kepentingan masing-masing.

 Kepemimpinan Melayani (Servant)

Hubungan yang terjalin antara pemimpin yang melayani dengan para anggota berorientasi pada sifat melayani dengan standar moral spiritual. Pemimpin yang melayani lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi dari para anggota daripada kepentingan pribadinya.

 Kepemimpinan Karismatik

Pemimpin yang karismatik memiliki pengaruh yang kuat atas para pengikut oleh karena karisma dan kepercayaan diri yang ditampilkan.
Para pengikut cenderung mengikuti pemimpin karismatik karena kagum dan secara emosional percaya dan ingin berkontribusi bersama dengan pemimpin karismatik.
Karisma tersebut timbul dari setiap kemampuan yang mempesona yang ia miliki terutama dalam meyakinkan setiap anggotanya untuk mengikuti setiap arahan yang ia inginkan.

Kepemimpinan Situasional

Pemimpin yang menerapkan jenis kepemimpinan situasional lebih sering menyesuaikan setiap gaya kepemimpinan yang ada dengan tahap perkembangan para anggota yakni sejauh mana kesiapan dari para anggota melaksanakan setiap tugas.
Gaya kepemimpinan situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Beberapa hari yang lalu , kamis (25/8/2016). Dimuat di salah satu media masa, mengenai salah satu pemimpin kita yakni Nur Alam sebagai tersangka. Gubernur Sulawesi Tenggara itu terseret kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra. Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, modus yang digunakan Nur Alam selaku Gubernur adalah mengeluarkan SK IUP kepada orang atau perusahaan, namun disertai dengan kickbackatau imbal jasa.
Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku. Nur Alam selaku Gubernur Sultra dari 2009 sampai 2014 mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.’’Kita temukan dugaan tindak pidana korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan tahun 2009-2014, di mana penyidik KPK menemukan dua alat bukti yang cukup dan menetapkan NA, gubernur Sulawesi Tengara sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Hal ini tentu termasuk ke dalam kekuasaan bersifat negatif atau yang biasa kita kenal penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) karena disini seorang pimpinan hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
Artinya disini seorang pemimpin yang menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dan biasanya para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersebut tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya lagi oleh rakyat. Apalagi di Indonesia merupakan negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, dan anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat.
Sangat disayangkan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat malah disalahgunakan untuk mencari kekayaan dengan menggunakan kekuasaan yang telah di amanahkan rakyat kepadanya. Ini juga dapat menjadi pelajaran bagi kita, jika ingin memilih pemimpin pilihlah pemimpin dengan akhlak yang baik. Karena apa, jika seorang pemimpin memiliki akhlak yang baik otomatis dia tidak akan mengkhianati amanah dari rakyat yang memilihnya.

Friday, May 3, 2019

ARTIKEL KEKUASAAN

Beberapa hari yang lalu , kamis (25/8/2016). Dimuat di salah satu media masa, mengenai salah satu pemimpin kita yakni Nur Alam sebagai tersangka. Gubernur Sulawesi Tenggara itu terseret kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra. Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, modus yang digunakan Nur Alam selaku Gubernur adalah mengeluarkan SK IUP kepada orang atau perusahaan, namun disertai dengan kickbackatau imbal jasa.
Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku. Nur Alam selaku Gubernur Sultra dari 2009 sampai 2014 mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.’’Kita temukan dugaan tindak pidana korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan tahun 2009-2014, di mana penyidik KPK menemukan dua alat bukti yang cukup dan menetapkan NA, gubernur Sulawesi Tengara sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Hal ini tentu termasuk ke dalam kekuasaan bersifat negatif atau yang biasa kita kenal penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) karena disini seorang pimpinan hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

KESIMPULAN
Artinya disini seorang pemimpin yang menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dan biasanya para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersebut tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya lagi oleh rakyat. Apalagi di Indonesia merupakan negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, dan anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat.


HUBUGAN KEKUASAAN DENGAN PENGARUH





Kekuasaan adalah kemampuan untuk menghasilkan efek kepada orang lain atau potensi untuk mempengaruhi orang lain. 
 pengaruh adalah perubahan dalam sikap, nilai-nilai, keyakinan, atau perilaku seseorang sebagai hasil dari taktik mempengaruhi. 

Jadi keterkaitan antara keduanya dapat ditulis suatu perumpamaan, yaitu jika kekuasaan merupakan kemampuan untuk membuat perubahan, maka pengaruh adalah derajat perubahan aktual yang terjadi pada sikap, nilai, keyakinan, atau perilaku seseorang yang menjadi insan.Kekuasaan itu adalah alat untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kita memiliki kekuasaan maka dapat dengan mudah mempengaruhi orang lain. Misal, seorang pimpinan menghendaki di organisasi untuk memakai seragam pada hari Jum’at, dengan alasan yang jelas dan logis maka dengan mudah ide pimpinan dapat diterima oleh pengikutnya. Mengapa mudah? Karena pimpinan punya kuasa untuk mempengaruhi pengikutnya. Nah pengaruh itu sendiri efek dari kuasa tersebut. Apakah ia mau memakai seragam tersebut yang dipakai tiap hari Jum’at, atau dia asal memakai seragam tersebut agar terhindar dari sanksi. Atau juga ada yang memakai seragamnya dengan senang hati. Sikap-sikap bawahan yang demikian dinamakan derajat perubahan secara sikap